Rabu, 09 Oktober 2013

BUKAN "HUT RI" TETAPI "DIRGAHAYU KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA"

NKRI, sebagai Negara Kebangsaan yang memiliki struktur Bangsa dulu dilahirkan baru Negaranya terbentuk kemudian, adalah produk kebenaran sejarah Bangsa Indonesia yang dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1928, menyatakan kemerdekaannya melalui Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan membentuk Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Artinya, peringatan 17 Agustus sebagai "HUT RI" adalah bentuk pendustaan, pengingkaran dan pengkhianatan terhadap kebenaran sejarah. Kita harus nyatakan 17 Agustus sebagai "DIRGAHAYU KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA" sebagai upaya membangun pola berfikir Rakyat, Bangsa Indonesia dengan BAIK dan BENAR.

Sabtu, 07 April 2012

Rakyat

Pemahaman makna Rakyat, dalam konteks NKRI, berangkat dari tahapan lahirnya Bangsa Indonesia pada 28 Oktober 1928. Yaitu sebagai kelompok yang tertindas, atau Kaum Pribumi, yang terdiri atas Orang Indonesia Asli yang mewakili adat istiadatnya masing-masing serta Bangsa-bangsa lain yang telah menetap, tinggal, dan beranak pinak di wilayah Indonesia sebelum NKRI terbentuk.. Mereka menghendaki satu tujuan, yaitu "Kehendak untuk Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Rakyat Indonesia". Oleh karena itu, Bhineka Tunggal Ika memaknakan Bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, memiliki kehendak yang "satu" yaitu Terangkatnya Harkat dan Martabat Hidup Rakyat Indonesia..

Rabu, 28 Maret 2012

PERNYATAAN SIKAP PRIBADI

"Kehendak untuk mengangkat Harkat dan Martabat Rakyat Indonesia" adalah tujuan Bangsa Indonesia terlahir, Merdeka, dan membentuk NKRI. Tujuan tersebut akan tercapai jika dan hanya jika keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia terjadi, yaitu sebuah tatanan ketika manusia-manusia yang adil dan beradab memimpin di negeri ini. Mereka adalah orang-orang yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Pemimpin seperti ini hanya akan ada bila instalasi ekonomi rakyat, yaitu Lumbung, terbangun di seluruh wilayah NKRI yang sifatnya melekat pada kehidupan rakyat atau budaya setempat, sehingga akan memperkokoh persatuan bangsa.

Rakyat pada akhirnya akan dipimpin oleh orang-orang berilmu yang bermusyawarah di tiap-tiap Lumbung sebagai lembaga yang akan membentuk MPR sebagai Lembaga Bangsa untuk menetapkan APBR, sebagai dasar ditetapkannya APBN. Runtutan ini pada akhirnya akan semakin membawa Bangsa Indonesia untuk mendekatkan aktifitas kehidupannya kepada kebenaran-kebenaran hukum alam.

Tatanan Masyarakat yang Pancasilais hanya akan tercapai bila Kita Kembali Menjadi Bangsa Indonesia; Kembali kepada Pancasila dan UUD'45. Oleh karena itu, saya bersepakat, mendukung, dan siap melaksanakan DEKLARASI PIAGAM DJEMBRANA 2012.

DEKLARASI PIAGAM DJEMBRANA BALI 2012

Bahwa sesungguhnya kehidupan berbangsa dan bernegara sudah jauh dari cita - cita Bangsa Indonesia terlahir, menyatakan kemerdekaannya dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

Maka atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan kehendak luhur untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Rakyat Indonesia, dengan ini Bangsa Indonesia menyatakan:

KEMBALI MENJADI BANGSA INDONESIA

KEMBALI KEPADA PANCASILA DAN UUD’45

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan ini

Puri Agung Negara Djembrana, 03 Maret 2012

Jakarta, 26 Maret 2012

Diqbal Satyanegara

Kamis, 05 Januari 2012

Lahirnya Bangsa Indonesia dan Tantangannya Kedepan..!

Bangsa Indonesia terlahir melalui momen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di prakarsai oleh dua kelompok besar: Jong Kepribumian dan Jong Keagamaan.

Jong Kepribumian merupakan golongan-golongan dari kaum pribumi yang terikat dengan tanah dan budayanya masing-masing; Jong Ambon, Jong Java, Jong Borneo, Jong Celebes, dan lain-lain merupakan perwakilan dari kelompok ini. Mereka berkumpul dan dikatakan sebagai Orang Indonesia Asli (OIA) dengan latar belakang keyakinan yang berbeda-beda (ada Islam, Kristen, Hindu, Animisme, dll).

Jong Keagamaan merupakan golongan yang terdiri dari OIA dan bangsa-bangsa lain, yang telah menetap dan beranak pinak di wilayah Indonesia pada saat itu, dengan wadahnya yaitu Jong Islameten Bond. Mereka terikat dengan satu keyakinan yang sama yaitu Islam.

Cita – cita bangsa Indonesia dilahirkan adalah untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Kaum Pribumi. Oleh karena itu, Jong Kepribumian dan Jong Islamitten Bond ini dikatakan pula sebagai Kaum Pribumi. KAUM PRIBUMI dimaknakan sebagai KAUM TERJAJAH yang terdiri atas OIA dan Bangsa lain yang telah menetap dan tinggal beranak pinak di wilayah Indonesia.

Proses ini tidak melibatkan partai dikarenakan gulirannya menggunakan proses Musyawarah-Mufakat yang sangat mengedepankan keilmuan dan berorientasi terhadap usaha untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat.

Lebih jauh lagi dalam momen Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, perumusan dan pengawalan Kemerdekaan Bangsa Indonesia hanya satu organisasi yang terlibat yaitu Pembela Tanah Air (PETA). Perumusan Proklamasi Kemerdekaan pun menggunakan proses Musyawah-Mufakat. Demikian pula penetapan UUD 1945 yang mengindikasikan terbentuknya Negara Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945 adalah melalui proses Musyawarah-Mufakat.


Berdasarkan runtut kronologis – kronologis tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Bangsa Indonesia terlahir, merdeka, dan mendirikan Negara Republik Indonesia tanpa melibatkan partai.

Lebih jauh lagi, mengingat struktur kita adalah Bangsa yang membentuk Negara, maka sistem yang seharusnya dibangun adalah Permusyawaratan-Perwakilan yang memiliki pola bottom-up sebagaimana yang diamanatkan dalam Preambule UUD 1945. Pada akhirnya melalui proses Musyawarah-Mufakat akan terlahir pemimpin-pemimpin secara alamiah dari bawah. Wakil rakyat pada akhirnya akan terlahir dengan benar dalam pemaknaan, lembaga, dan figurnya.

Partai dan "Pemilu Langsung" tidak akan terpakai di Indonesia; bila kita sepakat untuk membangun bangsa ini berdasarkan sejarahnya yang benar, membangun ilmu yang orisinil, perangkat rekayasa yang applicable, dan manajemen yang sesuai dengan kultur lokal.

Yang harus kita ingat dan waspadai. Bila pada saat sebelum 1928 Kaum Penjajah kita definisikan sebagai Belanda dan perangkat – perangkatnya, maka hari ini yang dikatakan sebagai Kaum Penjajah adalah:

1. Kaum Belandis; yaitu anak bangsa sendiri yang lebih mempercayai literature asing daripada literature bangsanya, bertingkah pola copy paste, plagiat terhadap ilmu – ilmu bangsa lain, yang padahal memiliki sejarah berbeda dengan kita.

2. Kaum Reformis; yaitu anak bangsa sendiri yang berkehendak untuk mengubah system mula NKRI menjadi “mirip” Negara – Negara lain dengan kedok “mengejar ketertinggalan” dengan menegasikan sejarah bangsanya.

3. Kaum Kompromis; membludak hari ini jumlahnya, yaitu anak bangsa sendiri yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, biasanya melalui Partai.


Depok, 10 Mei 2011


Diqbal Satyanegara


Pejuang Tanpa Akhir (PETA)

P#024-17-2005

POLA PIKIR BANGSAKU..!

Sebagai sebuah bangsa, pola berfikir kita akan berbeda dengan bangsa – bangsa lain di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan kita (NKRI) memiliki struktur BANGSA DULU LAHIR BARU MEMBENTUK NEGARA, adapun Negara – Negara lain diseluruh dunia memiliki struktur NEGARA DULU DIBENTUK BARU BANGSANYA TERLAHIR KEMUDIAN. Strukturnya berbeda antara satu sama lain.

ANALISANYA:

Berdasarkan sejarah terbentuknya NKRI, Bangsa Indonesia berfungsi sebagai pondasi dari NKRI. Adapun Negara akan berfungsi sebagai bangunan diatasnya. Dalam hal ini, Negara Republik Indonesia adalah cerminan dari Bangsa Indonesia. Dilain sisi, Negara2 lain di dunia kebalikannya, yaitu Negara berfungsi sebagai pondasi, adapun bangsanya berfungsi sebagai bangunan diatasnya.

Yang harus kita fahami, Bangsa adalah ketetapan ALLAH (QS.Al-Hujjarat:13), tetapi kalau Negara adalah buatan manusia. Makanya, landasan berfikir kita pasti akan berangkat dari Keyakinan (Aqidah) yang kuat. Oleh karena itu, orientasi berfikir yang terbangun adalah POLA BERFIKIR AGAMIS dan MEMBANGUN KEPEMIMPINAN agar HARKAT DAN MARTABAT HIDUP RAKYAT TERANGKAT. Berbeda dengan negara lain (misal:USA, UK, Australia, Malaysia, Saudi Arabia, Jepang, Rusia, Jerman, dll..) yang memiliki pondasinya adalah Negara; sebagai suatu kreasi manusia, maka akan berorientasi terhadap KEPENTINGAN, KEKUASAAN dan CENDERUNG MATERIALIS. Makanya agar mereka maju, yang diperkuat adalah Negaranya (kita perhatiin). Namun tidak demikian untuk KITA, yang harus diperkuat adalah bangsa nya; sebagai wujud ke Imanan kita sebagai generasi penerus.

Lebih jauh lagi, meningat bangsa memiliki karaktersitik yang pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga, maka pendekatan keilmuan yang harus kita gunakan adalah Ilmu Pasti, jangan menggunakan Ilmu Kira – kira yang lebih mengandalkan asumsi. Apalagi plagiat; mengacu sana – sini..

YANG TERJADI HARI INI:

Kita hidup seolah2 Negara dulu baru Bangsa; ya Pemimpinnya, Ulamanya, Pendetanya, Akademisinya, apalagi Rakyatnya.. Artinya, dpt kita katakan KITA SEBAGAI BANGSA sudah DZALIM, karena kita meniru KAUM LAIN..

TUGAS KITA BERARTI:

Sebagai bangsa, agar kita tidak tergolong ke dalam Orang2 yang mengingkari nikmat ALLAH, maka harus faham terhadap sejarah bangsa yang benar agar mampu membangun Hukum yang tidak bertentangan dengan Sunnatullah (bersifat pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga)... Insya ALLAH akhirnya kita akan hidup Berjati Diri, Engga Plagiat, apalagi Nurut sama Asing..

Bagaimana membangun Pemikiran dan llmu Pengetahuan yang Orisinil? Pemahaman dasar apa yang menjadi prasyarat dasar kompetensi yang dibutuhkan?.. Tugas kita berikutnya..


Banten, 28 Februari 2011

Kamis, 25 Februari 2010

Pancasila dan Kesinambungan NKRI

PANCASILA DAN KESINAMBUNGAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA[1]

Oleh: Diqbal Satyanegara, SE[2]

I. Latar Belakang

Kesinambungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan terbangun dari kebenaran sebagai hasil dari perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia yang terlahir pada 28 Oktober 1928 di dalam perjuangannya mencapai kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hingga membentuk negara Republik Indonesia 18 Agustus 1945.

Bangsa Indonesia yang terlahir melalui momen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 memiliki tujuan yaitu mengangkat harkat dan martabat hidup kaum Pribumi. Tujuan ini pada akhirnya tumbuh menjadi sifatnya Bangsa Indonesia yang memiliki karakteristik pasti, tetap dan diterima oleh siapapun juga. Atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, perjalanan perjuangan Bangsa Indonesia berlanjut hingga tercapainya kemerdekaan Bangsa Indonesia melalui pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno Hatta. Satu hari kemudian, tepatnya 18 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia berdiri dengan ditetapkannya Undang – Undang Dasar 1945 (UUD’ 45) sebagai konstitusi Negara.

Dengan demikian, NKRI memiliki struktur bangsa yang membentuk negara dimana Bangsa Indonesia adalah pondasi dari NKRI adapun Negara Republik Indonesia merupakan bangunan diatasnya. Kesinambungan NKRI sangat ditentukan oleh kondisi Bangsa Indonesia sebagai pondasi NKRI. Bila NKRI dikatakan bermasalah, maka dapat dipastikan bangsanya pasti berada dalam kondisi yang bermasalah. Inilah keunikan dan perbedaan antara NKRI dan Negara – Negara lain diseluruh dunia yang memiliki struktur Negara sebagai pondasi.

Ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka pada 1 Juni 1945 oleh Founding Fathers memaknakan bahwa Pancasila merupakan sarana untuk menegakkan sifat Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila akan tumbuh menjadi sifat bangsa dan berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum di wilayah Indonesia. Dalam fungsinya tersebut, Pancasila akan membentuk keyakinan standar Bangsa Indonesia yang tumbuh menjadi sikap keberpihakan Bangsa Indonesia terhadap sila – sila yang terkandung di dalam Pancasila. Sikap tersebut harus memiliki ukuran dan dimensi yang terbangun. Oleh karena itu, Pancasila akan berfungsi sebagai dimensi yang memiliki ukuran – ukuran didalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang terdiri dari Kreativisme, Gotong Royong, Mukafat, Musyawarah, Lumbung, dan Sistem Tanah Adat.

II. Analisa

“Mempelajari sejarah akan menghasilkan hukum, Bangsa Indonesia tariklah moral dari hukum tersebut.” Pernyataan ini pernah diucapkan oleh Presiden Sukarno pada kemerdekaan Indonesia yang ke 6 pada tahun 1951. Pernyataan tersebut mengandung makna ilmiah yang memiliki kebenaran dalam jangka waktu yang sangat panjang. Maknanya, dari mempelajari sejarah kita dapat menghasilkan hukum yang memiliki karakteristik pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga dan berlaku bagi siapapun ciptaan Allah SWT di alam semesta ini (sunnatullah).

Berdasarkan uraian sebelumnya, sifat Bangsa Indonesia adalah komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum pribumi. Golongan ini merupakan kelompok mayoritas yang tertindas pada saat itu dan berada di strata kelas sosial yang paling bawah. Mengingat hanya Allah SWT yang menetapkan sebuah nama dan sifat dari suatu zat, maka sifat tersebut memiliki karakteristik pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga. Oleh karena itu, sifat Bangsa Indonesia tersebut merupakan sari hukum.

Bangsa Indonesia dilahirkan melalui pernyataan ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II di Jakarta oleh pemuda – pemuda (Jong) pribumi yang mewakili daerah dan berasal dari pulau dan kepulauan nusantara pada saat itu yang terdiri dari Jong Sumateran Bond (Bataks Bond), Jong Java, Jong Borneo, Jong Celebes, Jong Ambon dan lain – lain. Mereka menamakan diri sebagai Orang Indonesia Asli dan merupakan pemuda – pemuda pergerakan. Tidak ada dari perwakilan Jong Arab, Jong Cina, Jong Belanda ataupun Jong dari perwakilan bangsa lain.

Dalam perjalanannya merebut kemerdekaan, perjuangan Bangsa Indonesia tersebut mendapat dukungan dari bangsa – bangsa lain yang telah tinggal dan hidup di Indonesia sebelum Bangsa Indonesia merdeka seperti Bangsa Cina, Bangsa Arab, Bangsa Belanda sekalipun, dan lain – lain yang menyepakati komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi. Oleh karena itu, Orang Indonesia Asli dan bangsa – bangsa asing tersebut melebur menjadi Orang Bangsa Indonesia Asli seperti yang tercantum pada pasal 26 ayat 1 UUD’45. Namun, sifat Bangsa Indonesia sebagai sari hukum tidak boleh hilang. Pasal 6 UUD’45 “Presiden ialah Orang Indonesia Asli” merupakan amanat Sumpah Pemuda.

Sifat Bangsa Indonesia telah menjadi landasan tercapainya Indonesia Merdeka. Oleh karena itu ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka 1 Juni 1945 memaknakan Pancasila adalah sifat bangsa. Mengingat sifat bangsa memiliki karakteristik pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga, maka Pancasila berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Hukum yang bersifat pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga akan menstandarkan keyakinan bangsa yang beranekaragam. Ada Islam, Kristen, Hindu, Budha, bahkan Yahudi sekalipun. Oleh karena itu, Pancasila akan berfungsi sebagai keyakinan standar Bangsa Indonesia yang disebut sebagai falsafah bangsa, yaitu keyakinan bangsa yang beraneka ragam yang di standarkan oleh hukum yang bersifat pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga.

Sebagai keyakinan standar, Pancasila akan berfungsi sebagai sikap keberpihakan Bangsa Indonesia terhadap: 1) Tuhan Yang Maha Esa, 2) Manusia yang adil dan beradab, 3) Usaha menjaga keutuhan bangsa, 4) Rakyat yang dipimpin oleh hikmat (orang – orang yang selalu menambah ilmu pengetahuan) dalam permusyawaratan/ perwakilan (lembaga bangsa dan lembaga Negara), dan 5) Tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sikap keberpihakan tersebut merupakan cerminan pola berpikir yang mendekatkan kebenaran relatif ke kebenaran absolut.

Oleh karena itu, sikap tersebut harus terejawantahkan dalam ukuran – ukuran yang nyata. Pada akhirnya, Pancasila akan menjadi dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara Bangsa Indonesia yang menstandarkan nilai budaya, aturan dasar, interaksi sosial, dinamika politik, pembangunan ekonomi, dan perubahan lingkungan yang terjadi secara berurutan.

Mengingat Bangsa Indonesia adalah pondasi NKRI, maka standar budaya sebagai pola berpikir bangsa yang di standarkan oleh Pancasila sebagai keyakinan standar adalah Kreativisme, yaitu sebuah faham kepemimpinan, sebuah pola pikir yang selalu meyakini adanya kebenaran absolut dan kebenaran relatif yang berjalan secara bersamaan. Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara harus mengacu kepada Kreativisme sebagai standar nilai budaya Bangsa Indonesia.

Aturan dasar yang dibangun bila distandarkan oleh Kreativisme sebagai standar budaya akan menghasilkan Gotong Royong sebagai standar aturan dasar. Dengan kata lain, aturan – aturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan prinsip Gotong Royong. Sehingga, Gotong Royong sebagai standar aturan dasar Bangsa Indonesia akan menstandarkan pola interaksi sosial Bangsa Indonesia.

Pola interaksi sosial Bangsa Indonesia bila di standarkan oleh Gotong Royong sebagai standar aturan dasar akan menghasilkan Mufakat. Maknanya, hubungan dan pola interaksi sosial Bangsa Indonesia harus selalu menjunjung tinggi kemufakatan, bukan individualis. Oleh karena itu, Mufakat sebagai standar pola interaksi sosial akan men standarkan dinamika politik bangsa yang beranekaragam.

Dinamika politik bangsa sebagai strategi di dalam mencapai tujuan bersama bila di standarkan oleh Mufakat sebagai standar interaksi sosial akan menghasilkan standar politik Musyawarah. Dalam membangun kehidupan Bangsa Indonesia dan NKRI harus dengan menggunakan Musyawarah. Musyawarah sebagai metode penyelesaian masalah yang lebih mengedepankan “Hak Bicara” akan menstimulan berkembangnya ilmu pengetahuan dan menghasilkan kemufakatan. Pada akhirnya, keutuhan dan persatuan bangsa akan selalu terjaga. Hal ini bertolak belakang dengan Pemilu yang lebih mengedepankan “Hak Suara” (voting). Sebagaimana kita ketahui, output daripada metode ini adalah keputusan “menang – kalah” yang mengandung unsur judi atau mengundi nasib dan cenderung memecah keutuhan bangsa. Hal ini jelas bertentangan dengan Sunnatullah.

Lebih jauh lagi, pembangunan ekonomi bangsa yang memanfaatkan sumberdaya alam yang ada harus mengacu kepada standar politik Musyawarah. Aktifitas ekonomi yang di standarkan oleh Musyawarah sebagai standar politik akan menghasilkan Lumbung sebagai standar pembangunan ekonomi bangsa. Oleh karena itu, perubahan lingkungan yang pasti akan terjadi seiring dengan pemanfaatan sumberdaya alam akan selalu dinamis dengan budaya setempat bila didasarkan kepada Lumbung sebagai standar ekonomi bangsa.

Perubahan lingkungan sebagai dampak dari aktifitas ekonomi tidak boleh bertentangan dengan dan merusak budaya setempat. Oleh karena itu, perubahan lingkungan yang di standarkan oleh Lumbung sebagai standar ekonomi bangsa akan menghasilkan dan menghidupkan Sistem Tanah Adat sebagai standar lingkungan bangsa.

Ukuran – ukuran tersebut (Kreativisme, Gotong Royong, Mufakat, Musyawarah, Lumbung, dan Sistem Tanah Adat) pada akhirnya akan menentukan bagaimana Sistem Tata Ruang yang harus terbangun dari tingkatan lokal hingga tingkatan nasional. Pada akhirnya, kesinambungan NKRI dan keutuhan Bangsa Indonesia akan terjaga dan berkembang secara dinamis baik di tatanan budaya, aturan dasar, interaksi sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan.

Lebih jauh lagi, tatanan masyarakat Pancasilais sebagai Masyarakat Kreatif (Creative Society) akan terbangun dari bawah melalui para Pemimpin Pemimpin yang selalu menambah Ilmu pengetahuannya dari tingkat lokal hingga tingkat nasional. Maknanya, penegakan kedaulatan rakyat akan benar-benar terjadi dan terealisasi selaras dengan budaya bangsa.

III. Fenomena yang terjadi

Berdasarkan keberadaan Pasal 2 ayat 1 UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia mengindikasikan bahwa seakan akan NKRI terbangun dari negaranya dulu lahir, baru bangsanya terbentuk kemudian. Ini adalah bertentangan dengan realitas sejarah perjalanan Bangsa Indonesia yang sebenar-benarnya. Sehingga, Bangsa Indonesia telah tersesat di dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tanggal 18 Agustus 1945.

Kesesatan ini, pada akhirnya, tidak mampu membangun dan menjalankan Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka. Sehingga, Pancasila sebagai sifat bangsa yang seharusnya menjadi sumber dari segala sumber hukum dan falsafah bangsa tidak akan pernah menjadi sikap keberpihakan. Oleh karenanya, ukuran-ukuran dimensi Pancasila pun tidak pernah terbangun di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai Indonesia adil dan makmur.

Maknanya, saat ini Bangsa Indonesia telah hidup dengan menggunakan sistem bangsa-bangsa lain yang secara historis berbeda, baik secara budaya, secara hukum, secara sosial, secara politik, secara ekonomi, dan secara lingkungan. Dengan kata lain, NKRI telah berada dalam kondisi system collapse. Akhirnya, harkat dan martabat hidup Orang Indonesia Asli yang dicita-citakan oleh Sumpah Pemuda hingga sekarang tidak pernah terangkat.

IV. Kesimpulan

Hilangnya Pancasila akan berdampak terhadap terancamnya kehidupan Bangsa Indonesia dan kesinambungan NKRI. Ketidakmampuan kita di dalam membangun keilmuan yang benar yang terbangun dari sejarah akan menyebabkan NKRI semakin berada dalam kondisi yang tersesat dan menyimpang jauh dari amanat Sumpah Pemuda 1928. Oleh karena itu, aksi dan pemikiran yang konstruktif serta orisinil berupa tindakan pelurusan sejarah yang benar dan pemahaman Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka merupakan tuntutan masa kini yang harus segera dilakukan oleh segenap elemen bangsa.



[1] Disampaikan pada kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di Fakultas Ekonomi Untirta Banten tahun ajaran 2009-2010

[2] Penulis adalah Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan pada Fakultas Ekonomi Untirta Banten dan Tim 40 1 PETA